Mengukur Kecerdasan Anak Oleh: Roslina Verauli, M. Psi (psikolog)
Apa yang Dimaksud dengan Kecerdasan? - Berbicara tentang inteligensi atau yang dikenal dengan kecerdasan, yang ada di benak kita adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam arti kapasitas yang dimiliki individu sehingga memungkinkan ia untuk belajar, bernalar, memecahkan masalah, dan melakukan tugas-tugas kognitif tingkat tinggi lainnya. Inteligensi yang tinggi selalu kita kaitkan dengan orang yang punya kemampuan seperti Albert Einstein. Itu yang kita sebut sebagai jenius. Sementara individu yang berada pada ekstrim satunya kita cap sebagai orang dengan inteligensi rendah atau keterbelakangan mental.
Dapatkah Kecerdasan Diukur? - Meskipun para ahli terutama di bidang psikologi belum mampu merumuskan term inteligensi dengan tepat, sudah banyak usaha yang dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap inteligensi bahkan sejak awal 1900-an. Ini bermula dari sebuah sekolah di Perancis yang ingin membuat program pendidikan berdasarkan kecerdasan anak agar diperoleh manfaat yang optimal. Alfred Binet merancang alat tes yang dapat membedakan siswa yang cerdas dari yang tidak cerdas. Hingga tercipta sebuah pengukuran yang disebut IQ atau Intelligence Quotient.
Mengukur Kecerdasan Anak
IQ merupakan satuan skor yang menunjukkan taraf kemampuan
skolastik seseorang. Itu sebabnya, secara umum tes IQ hanya terbatas
sebagai alat untuk mengukur kemampuan verbal, logis matematika, dan
spasial. Sejumlah kemampuan yang dikembangkan di dalam lingkup akademis
alias di sekolah.
Sebagai alat untuk mengukur potensi kecerdasan akademis,
IQ tepat digunakan untuk meramalkan kesuksesan seorang anak di bidang
akademis kelak. Bahkan sejak dini, anak sudah dapat diukur sejumlah
potensi akademisnya sehingga dapat ditentukan apakah ia siap atau tidak
untuk masuk sekolah. Sejumlah tes IQ yang berkembang dan umum digunakan
saat ini antara lain; tes Stanford-Binet dan Wechsler.
Miskonsepsi tentang Kecerdasan Sayangnya, sebagai alat yang terbatas hanya mengukur
kemampuan skolastik, skor IQ sering digunakan secara berlebihan sebagai
patokan dalam meramalkan kesuksesan seorang, tidak hanya di sekolah tapi
juga dalam pilihan karir, pekerjaan, serta lingkungan sosial di masa
yang akan datang.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan
Dari sejumlah penelitian terhadap keluarga, anak adopsi,
dan saudara kembar, dipastikan bahwa faktor genetis memiliki sumbangan
atas inteligensi pada seorang anak. Diperkirakan 40% - 80% perbedaan
inteligensi pada individu dipengaruhi oleh faktor turunan atau faktor
genetis. Namun ketiga penelitian tersebut juga menemukan bahwa faktor
lingkungan juga turut mempengaruhi inteligensi seseorang.
Adapun sejumlah faktor lingkungan yang turut mempengaruhi
perbedaan inteligensi antar individu antara lain, stimulasi dari
lingkungan, berupa;
- Orangtua atau keluarga yang peka pada kemampuan yang ditampilkan anak
- Tempat tinggal atau lingkungan yang kaya fasilitas penunjang kecerdasan
- Stimulasi pendidikan dan pelatihan yang memadai
Apakah kecerdasan menetap?
Sejumlah orangtua selalu bertanya-tanya, apakah kecerdasan relatif menetap atau cenderung kelak akan mengalami perubahan?
Dari sejumlah penelitian, ditemukan adanya kaitan yang
kecil antara IQ pada masa bayi dibandingkan dengan IQ kelak di usia
sekolah, remaja, hingga dewasa. Namun penelitian terbaru menguraikan
perbedaan yang ada lebih disebabkan karena perbedaan dalam content atau
isi dari tes IQ itu sendiri, antara tes IQ pada masa bayi dan pada
usia-usia berikutnya. Respon-respon yang ditampilkan anak saat ia bayi,
ternyata tetap memiliki kaitan dengan responnya kelak saat ia berada
pada tahap usia skeolah, hingga remaja, dan dewasa.
Dapatkah Kecerdasan Dideteksi Sejak Dini?
Kembali pada uraian tentang apa yang dimaksud dengan
kecerdasan, jelas, kecerdasan dapat dideteksi bahkan sejak dini. Sejak
anak mampu menampilkan perilaku tertentu, yakni sejak ia lahir. Tentu
saja ranah kecerdasan pada bayi tidak sama dengan ranah kecerdasan
balita dan anak. Pada bayi ranah kecerdasan masih di seputar
perkembangan kemampuan motor dan bahasa. Bayi yang cerdas akan memiliki
kemampuan motor dan berbahasa yang melebihi bayi seusianya. sementara
pada anak dan balita, kemampuan ini berkembang menjadi kemampuan motorik
kasar, motorik halus, bahasa, hingga kemampuan personal, dan sosial.
Untuk mendeteksi tingkat kecerdasan bayi dan balita,
orangtua perlu memahami perkembangan yang normal pada bayi dan balita
sehingga dapat dijadikan patokan atau ukuran dalam menentukan apakah
seorang anak sudah mampu mencapai tahap perkembangan seperti anak
seusianya atau belum. Marcia Rosen, menyusun beberapa tahap perkembangan
yang dianggap normal, dalam arti sudah dapat dikuasai oleh anak pada
usia tertentu.
Usia | Kemampuan Berespon |
0 – 3 bulan | Hanya menampilkan respon refleks atas stimulus. Bahasa yang dikuasai hanyalah berupa tangisan. |
4 bulan | Mulai memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri dan menunjukkan awal mula kemampuan motorik halus. Mulai mampu berespon secara sosial dengan senyuman dan bunyi-bunyian. |
6 bulan | Mulai belajar duduk dan merangkak. Sudah memilki kemampuan mengontrol gerakan tangan sehingga mampu memegang benda kecil atau makan kue yang diberikan. Bahkan sudah memiliki kemampuan koordinasi mata dan tangan untuk menggapai benda. |
9 bulan | Sudah mulai mampu menggunakan jari-jemarinya untuk makan sendiri. Mulai mencoba merangkak dan berdiri. Mencoba menggunakan kata atau suku kata sederhana. |
12 bulan (tahun pertama) | Terlihat perkembangan yang cukup pesat pada anak dan ia mulai menunjukkan kemampuan menguasai berbagai hal. |
Tahun ke-2 | Mulai independen, senang mengeskplorasi, penuh rasa ingin tahu, mencoba berbagai kemampuan baru, berkomunikasi dengan kata-kata, mencoba memahami sebab-akibat melalui kemampuan motorik, dan menguasai proses belajar dalam arti yang sesungguhnya. |
Tahun ke-3 | Anak sudah menunjukkan penguasaan yang jauh lebih baik pada berbagai alat untuk belajar, seperti bahasa, ingatan, kemampuan motor, dan perasaan tentang dirinya sendiri. |
Tahun ke-4 dan ke-5 | Kemampuan belajar anak jauh lebih berkembang sehingga memungkinkan ia menerima proses belajar secara formal. |
Seperti apa respon anak secara spesifik, akan dibahas dalam talkshow ”Mengukur Kecerdasan Anak” dalam Smart Parents Conference.
Mengembangkan Kecerdasan Anak sejak Dini
Dengan memahami status perkembangan yang normal pada bayi
dan balita, orangtua dapat mendeteksi dan mengukur sampai sejauh mana
perkembangan kemampuan anaknya sendiri. Bila anak mampu menunjukkan
kemampuan yang melebihi anak seusianya, dapat dikatakan bahwa ia
memiliki kapasitas belajar yang baik alias cerdas.
Sementara bila anak menunjukkan keterlambatan, hati-hati,
orangtua diharapkan lebih waspada dan berhati-hati dalam memahai setiap
respon yang ditampilkan anak. Perlu diketahui apakah keterlambatan hanya
disebabkan karena keterlambatan biasa (mengingat setiap anak memiliki
milestone yang berbeda), kurang stimulasi, atau ada faktor lain yang
menghambat, seperti adanya gangguan-gangguan perkembangan.
Merangsang kecerdasan anak sudah dapat dilakukan sejak
dini. Orangtua hanya perlu memastikan sudah seberapa jauh, peduli dan
mampu menghargai setiap kemampuan yang dimiliki anak.
Tips bagi orangtua agar mampu mengembangkan kecerdasan anak sejak dini;
Pastikan kebutuhan-kebutuhan dasar anak terpenuhi
Jeli pada potensi dan bakat anak dengan cara menyuguhkan berbagai
rangsangan melalui kegiatan yang bervariasi dan menyuguhkan sarana atau
prasarana
Disiplin melatih potensi kecerdasan anak
Disiplin melatih potensi kecerdasan anak
Memberi model perilaku yang tepat dan menunjukkan minat pada kegiatan anak
Menciptakan hubungan yang penuh kasih sayang dengan tidak membandingkan
Sekali lagi, potensi kecerdasan hanya akan terpendam bila tidak dijadikan kemampuan melalui serangkaian stimulasi dan tak akan menjadi prestasi tanpa latihan dan disiplin yang mantap. Seperti apa? Ikuti talkshow interaktif sesi bagaimana cara mendeteksi dan mengembangkan kecerdasan anak sejak dini pada Smart Parents Conference.
Buku Rujukan
Papalia, Diane., Olds, Sally W., Feldman, Ruth D. 2008. Human Development. 11th Ed. USA:
McGraw-Hill.
Rosen, Marcia. 1986. Test Your Baby’s IQ. USA: Prentice Hall Press.
Solso, R Robert. 2001. Cognitive Psychology. 6th Ed. Nevada: Allyn & Bacon.
Vasta, Ross., Miller, Scott A., Ellis, Shari. 2004. Child Psychology. 4th Ed. NJ: John Wiley
Artikel asli : www.ibudanbalita.com
Rosen, Marcia. 1986. Test Your Baby’s IQ. USA: Prentice Hall Press.
Solso, R Robert. 2001. Cognitive Psychology. 6th Ed. Nevada: Allyn & Bacon.
Vasta, Ross., Miller, Scott A., Ellis, Shari. 2004. Child Psychology. 4th Ed. NJ: John Wiley
Artikel asli : www.ibudanbalita.com